Malang Diguyur Hujan
11:15 AM
Posted by: Cheng Prudjung
Hujan runtuh dari awan hitam yang menjadi payung kota Malang. Aku menutup mata dan berkeliling di dunia tak kenal logika, cairan meleleh dari dalam mulutku, melukis sketsa abtrak. Hingga suasana dingin di hujan kali itu menyadarkanku, dan gemuruh atap Kontrakanku menggoncang telinga sehingga aku terjaga penuh.
Aku bangkit, tidak langsung mencuci muka, tapi menuju pintu depan kontrakan dan berdiri mematung memandangi hujan. Dan hujan selalu saja mengantarkan kesan romantik di benakku, tentang kesederhanaan, tentang cinta-kasih, tentang keceriaan, persahabatan dan kehangatan diantara titik-titik airnya. Walaupun hujan menjadi bala di tempat lain.
Tidak ada aktifitas yang terjadi di hadapanku, diantara butir-butir air yang jatuh dari langit. Setiap orang sepertinya memilih untuk mengurung diri di kamar kos masing-masing, entah apakah mereka beristirahat, menikmati waktu senggang dengan menonton TV, atau diam-diam menikmati hujan di belakang jendela kamar.
Aku sendiri, sekarang telah berjongkok memperhatikan suasana di sekitar. Hingga terlintas beberapa orang anak kecil yang menikmati hujan di benakku.
Ada sketsaku di benak ini. Bermain sepak bola di lapangan sekolah depan rumah bersama anak-anak yang lain, menyepak bola tanpa aturan, sekeras-kerasnya hingga mengenai teman yang lain dan jera oleh rasa sakit. Semakin tersisksa dan lelah anak-anak itu, semakin bergemuruh keceriaan mereka, mengalahkan serangan hujan kala itu.
Banyak cerita yang terjadi ketika hujan, sepulang sekolah ketika aku masih SD, aku berlali sekencang mungkin menuju rumah agar tidak basah kuyup dan merusak peralatan sekolah di dalam tasku yang reot. Selain itu, ada juga yang segaja kuyup oleh hujan dan besoknya mereka masuk ke sekolah dengan sandal jepit atau sandal bermerek mereka, alasannya tidak lain bahwa sepatu mereka belum kering karena kemarin basah. Parahnya, banyak teman-temanku dulu yang selalu berdoa agar sekolah kami banjir sehingga kami bisa berlibur. Dan musim hujan adalah musim kreatifitas, musim mencari kebebasan karena hujan alasan.
Mungkin sejak itu, hujan menjadi idolaku. Ketika air di sungai-sungai yang setiap hari kulewati ketika pergi dan pulang dari sekolah meluap, dan disulap menjadi kolam renang gratis. Teman-temanku melompat masuk, ada yang telah menyediakan pakaian ganti atau malah bertelanjang bulat masuk ke air. Semuanya bergembira.
Maka demikianlah dunia anak-anak di mata hujan, hujan seakan merasa seperti badut, video game nitendo atau kartu kwartet, malah kelereng yang selalu saja menggembirakan mereka. Namun, tidak semuanya gembira, karena ada saja anak-anak yang nakal dan tidak senang melihat teman-temannya yang lain selamat dari hujan, terutama anak perempuan.
Beberapa anak sering berkejaran dan menghentakkan kaki dengan keras ke tanah yang digenangi air, air yang tidak bersih dan bening pun itu terpercik ke pakaian anak-anak perempuan yang kontan marah. Mereka pun tertawa riang. Kisah lainnya, anak laki-laki menyukai hujan yang menyerang anak perempuan, hingga mereka kuyup. Ketika baju seragam putih mereka sempurna basahnya dan kelihatan transparan, beberapa anak akan berkumpul dan diam-diam memperhatikan anak perempuan tersebut, menikmati imajinasi dari pakaian putih yang berubah menjadi agak transparan. Dasar anak-anak.
Seandainya saja hujan ini adalah lawan jenis (kelamin), dia akan banyak menerima surat berisikan puisi dan kalimat-kalimat gombal. Selain itu, ada juga yang akan mengirim hinaan dan cercaraan padanya karena terlalu serius membasahi bumi.
Namun, setiap orang akan mencintai hujan. Karena di dalamnya ada kedamaian yang tersembunyi ketat pada bening airnya. Sayangnya, setiap orang tidak terlalu mengerti bagaimana hujan disambut dan dipedulikan, ribuan ton sampah menggenangi sungai, ribuan pohon di hutan ditebang dan terjadi erosi. Hujan yang dating dengan kedamaian pun berubah menjadi tamu kejam akibat perlakuan tuan rumah yang kurang welkam.
Hujan di Malang seakan portal yang mengantarku menuju hujan di Makassar bertahun-tahun silam. Ketika dunia belum sekejam ini terhadap alam.
Malang 23 des 09
December 29, 2009 at 5:08 PM
great!!!
tulisannya mampu mengubah hujan yang dingin menjadi begitu hangat ^_^